Jumat, 17 Oktober 2008

Suhu Panas, Bunuh Diri Meningkat
KOMPAS : Jumat, 17 Oktober 2008 | 01:21 WIB
http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/10/17/01213714/suhu.panas.bunuh.diri.meningkat

Oleh Yuni Ikawati

Udara panas yang tergolong abnormal saat ini bukan saja membuat tidak nyaman, tetapi juga menimbulkan dampak dan akibat lain yang lebih besar. Akibat yang lebih dahsyat, antara lain, kelangkaan air permukaan, bisa memicu kebakaran, merebaknya bibit penyakit hingga mengganggu kesehatan, sampai-sampai memicu tindak bunuh diri dan pembunuhan.

Memasuki September hingga bulan ini semestinya berbagai wilayah di Indonesia mulai banyak diguyur hujan. Namun, dengan bergesernya garis edar matahari ke selatan, yang terjadi bukan penguapan uap air hingga menimbulkan hujan.

Sebaliknya, kondisi itu tak mengusik suhu air laut yang malah mendingin di sekitar Pulau Jawa dan barat Sumatera akibat fenomena Indian Ocean Dipole Mode positif, urai Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Mezak Ratag. Kondisi kurang hujan ini diprediksi BMKG masih akan berlangsung hingga November.

Menurut pengamatan BMKG pula, paparan matahari secara intensif ini dalam 2 pekan terakhir membuat suhu di banyak daerah di negeri ini meningkat, 1-2 derajat Celsius di atas normalnya. Di daerah Jatiasih, Bekasi, misalnya, suhu udara pada Rabu (15/10) tercatat 33>supres<>res

Kenaikan suhu tertinggi tercatat di Jatiwangi, Majalengka, yaitu mencapai 37>supres<>ressupres<>res

Intensitas penyinaran matahari yang tidak diikuti penguapan air laut dan hujan di wilayah Indonesia, menurut pengamatan Ketua Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung (ITB), Armi Susandi, karena munculnya badai tropis di perairan Filipina dan China Selatan yang menyedot uap air sehingga wilayah Indonesia terancam kekeringan. ”Munculnya banyak badai di kawasan itu melebihi kondisi normalnya merupakan dampak buruk dari pemanasan global hingga mengakibatkan perubahan iklim,” katanya.

Berbagai dampak

Perubahan suhu dan kelembaban mengakibatkan perubahan kondisi kesehatan. Di negara yang memiliki dua musim, kemarau dan hujan, cukup banyak orang yang merasakan gejala ”masuk angin”, ujar Amin Subandrio dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, yang kini sebagai Deputi Bidang Pengembangan Sistem Iptek Nasional Kementerian Negara Riset dan Teknologi.

”Gangguan kesehatan ini sebagian besar sembuh, namun ada juga yang terus berkembang jadi penyakit yang lebih serius, seperti demam, nyeri kepala, dan nyeri tenggorokan,” tuturnya.

Keadaan ini dianggap berkaitan dengan reaksi tubuh terhadap perubahan musim dan cuaca, yang dapat menyebabkan perbedaan suhu sampai 10>supres<>ressupres<>res

Sejumlah kajian di beberapa daerah menunjukkan, suhu panas yang ekstrem akan meningkatkan angka kematian. Adapun kelembaban yang tinggi akan dapat meningkatkan populasi nyamuk, dengan konsekuensi peningkatan jumlah kasus infeksi oleh virus dengue.

Kondisi udara panas juga dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi karena keluarnya keringat dalam jumlah besar. Dehidrasi berat akan menyebabkan pengentalan darah dan gangguan sirkulasi, yang pada gilirannya akan menyebabkan gagalnya fungsi berbagai organ, seperti ginjal, hati, jantung, dan otak.

Bunuh diri meningkat

Udara gerah dan sinar matahari yang terik, urai Amin, tidak hanya memuat fisik menjadi tidak nyaman, tetapi juga mengganggu jiwa. Penelitian yang dilakukan setahun lalu oleh Tim peneliti dari Institut Psikiatri London mengungkapkan, suhu udara yang panas mengakibatkan orang-orang yang tengah rentan jiwanya terdorong untuk mengakhiri hidup.

Kasus bunuh diri naik selama musim udara panas. Begitu kesimpulan penelitian mereka terhadap 50.000 kasus bunuh diri di Inggris dan Wales, yang terjadi selama tahun 1993-2003. Selama penelitian yang berlangsung 11 tahun itu, terdapat 222 hari suhu melebihi 18>supres<>res

Menanggapi hasil penelitian itu, pakar psikologi dari Inggris, Dr Lisa Page, mengatakan, pada suhu di atas normal orang akan cenderung punya tingkat sensitivitas, agresivitas, dan kecenderungan menuruti kata hati lebih tinggi daripada kondisi normal.

”Suhu udara yang lebih panas bisa memengaruhi jumlah serotonin, yaitu zat kimia di otak yang berfungsi mengendalikan suasana hati. Selama bulan-bulan musim panas, volume serotonin lebih sedikit daripada di musim-musim lain,” ujarnya.

Adaptasi

Proses adaptasi merupakan langkah penting dalam menekan korban ketika terjadi kenaikan suhu udara global, ujar Agus Purnomo dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup.

Menurutnya, masyarakat perlu mengubah pola hidup ke arah yang lebih ramah lingkungan, antara lain tidak menebang pohon dan membakar semak belukar untuk membuka lahan pertanian. Karena hal ini akan meningkatkan kandungan gas karbon dari hasil pembakaran bahan organik di atmosfer. Gas karbon merupakan salah satu unsur penyebab munculnya efek gas rumah kaca yang meningkatkan suhu bumi.

Dalam kondisi suhu udara yang panas dan kelembaban rendah, Amin menyarankan agar penguapan cairan tubuh diminimalisasi dengan jalan menggunakan pakaian yang menutupi sebagian besar tubuh, termasuk hidung dan mulut. Hindari bernapas dengan mulut, karena pernapasan mulut menyebabkan penguapan cairan lebih besar dibanding pernapasan hidung.

Selain itu, disarankan untuk mengonsumsi cairan sebanyak- banyaknya, sedapat mungkin yang mengandung cukup elektrolit. Hindari berada sendirian di ruang terbuka.

Berusahalah secepat mungkin melepaskan diri dari paparan suhu ekstrem tersebut.

0 komentar:



Template by Abdul Munir | Blog - Layout4all