Kamis, 17 Januari 2008

TUGAS RESUME GEOGRAFI SOSIAL

BUKU KARANGAN Prof.Dr. Koentjaraningrat

“ RINTANGAN RINTANGAN MENTAL

DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 1971

Oleh :

RUDIONO (06405241017)

Pendidikan Geografi – Reguler


BAB I

PENDAHULUAN

1. Faktor-Faktor Sosial Budaya Yang Merintangi Perkembangan

Secara garis besar, di negara-negara berkembang, kegiatan perekonomiannya terkesan jalan di tempat. Padahal di negara-negara tersebut, sering tak kurang akan tanah yang subur, kekayaan alam yang melimpah, tenaga kerja yang banyak dan murah serta masih ditambah dengan banyaknya bantuan modal asing. Namun itu semua ternyata masih belum cukup. Masih ada beberapa syarat lain yang harus dipenuhi.

David Ricardo misalnya, telah sadar akan adanya faktor-faktor susunan masyarakat yang tak mudah dapat diperhitungkan dalam hal menganalisa masalah penduduk dalam proses perkembangan ekonomi. Kemudian J Schumpeter menambahkan dua unsur lagi, yaitu:

a) Suatu ekonomi akan berkembang kalau dalam masyarakat yang bersangkutan ada suatu jumlah yang cukup besar dari tokoh-tokoh yang mempunyai bakat berusaha atau “entrepreneurs”.

b) Suatu ekonomi akan berkembang kalau dalam masyarakat ada iklim sosial-budaya yang cocok untuk memungkinkan para entrepreneurs itu mengambil resiko untuk berusaha.

Faktor susunan masyarakat, faktor kurang adanya bakat untuk usaha-usaha yang bersifat ekonomi dan faktor iklim sosial-budaya yang tidak cocok untuk kemajuan itulah yang menjadi perintang dan penghambat penting kemajuan di Indonesia.

H.J. Boeke, seorang ahli ekonomi kebangsaan Belanda mengatakan bahwa antara sistem ekonomi dari rakyat petani kecil di desa-desa dan sistem ekonomi yang diatur oleh orang Barat di perkebunan-perkebunan, di sektor industri dan perdagangan, ada suatu jurang yang besar.

Tidak hanya Boeke, tetapi G. Gonggrijp juga sependapat dengan Boeke. Yang mengatakan bahwa rakyat petani di Indonesia itu secara mutlak tak pernah akan dapat maju, menghubungkan mentalitas mereka dengan iklim di daerah tropis, yang mana iklim seperti itu tidak dapat memberi dorongan kepada orang untuk hemat dan bekerja keras.

Tentang iklim ini kemudian diperjelas dengan pendapat E. Huntington yang terkenal dengan aliran determinisme geografis, dalam bukunya Civilization and Climate (1915) yang menyebutkan bahwa semua kebudayaan bangsa yang pernah muncul dalam sejarah atau yang dapat dianggap maju ekonominya, terletak di daerah-daerah yang mempunyai iklim sedang.

Namun pendapat tokoh-tokoh aliran determinis di atas ditentang oleh Arnold Toynbee. Ia mengatakan bahwa suatu bangsa itu maju kalau bangsa itu mengalami suatu tantangan (challenge) dari dalam dan luar. Tantangan itu dapat menimbulkan suatu reaksi yang dapat menjadi pendorong bagi bangsa untuk maju.

Konsep Toynbee merupakan suatu pendorong bagi masyarakat untuk maju. Bisa kita bandingkan dengan konsep para ahli ekonomi tentang iklim sosial-budaya yang cocok untuk kemajuan ekonomi. Pada masa sekarang memang sebagian besar dari ahli ekonomi telah merasakan bahwa perkembangan ekonomi itu sangat tergantung pada iklim sosial-budaya yang cocok untuk hal itu. Tapi hanya ada beberapa diantara mereka yang telah memperhitungkan masalah faktor-faktor sosial-budaya secara sistematis dalam analisa mereka mengenai perkembangan ekonomi.

2. Faktor-Faktor Mental Diantara Faktor-Faktor Sosial-Budaya

Faktor sosial-budaya yang bersifat non-ekonomis dalam pembangunan ekonomi meliputi:

a) faktor demografis

Dalam analisa dan perencanaan ekonomi misalnya, harus juga diperhitungkan bagaimana kenaikan produksi pangan bisa diamankan agar dapat ditanam sebagai modal baru yang diperlukan untuk net investment bagi pembangunan ekonomi, supaya tidak terkena proses involusi dan akan dikonsumsi habis oleh penduduk yang selalu bertambah tiap tahun.

b) faktor politis

Ketenangan kestabilan politik di suatu negara akan mempengaruhi pembangunan ekonomi di negara tersebut. Dengan suasana iklim politik yang tenang dan stabil, para usahawan akan merasa aman dan berani mengambil resiko menanam modal di dalam negeri, sehingga modal tidak akan lari ke luar negeri terus.

c) faktor susunan masyarakat

Para perencana pembangunan ekonomi di Indonesia harus benar-benar mengetahui golongan-golongan atau lapisan-lapisan manakah yang vital pada satu taraf, dan golongan-golongan atau lapisan-lapisan manakah yang penting pada lain taraf dari proses pembangunan. Sehingga harus dibuat satu seleksi yang seksama, mengenai golongan dan lapisan manakah yang seharusnya mendapat efek yang terdahulu dari rencana mereka.

d) faktor mental

Faktor ini masih kurang mendapat perhatian yang mendalam dari para ahli ekonomi. Padahal faktor ini juga tak kalah pentingnya dalam pembangunan ekonomi.

BAB II

MENDEFINISIKAN FAKTOR-FAKTOR MENTAL

1. Sistem Nilai Budaya dan Sikap

Sistem nilai budaya merupakan suatu rangkaian dari konsepsi-konsepsi abstrak yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat, mengenai apa yang harus dianggap penting dan berharga, tetapi juga mengenai apa yang dapat dianggap remeh dan tak berharga dalam hidup.

Dengan demikian sistem nilai budaya itu, tidak hanya berfungsi sebagai suatu pedoman tapi juga sebagai pendorong kelakuan manusia dalam hidup, sehingga berfungsi juga sebagai suatu sistem tata kelakuan.

Suatu sikap merupakan kecondongan yang berasal dari dalam diri individu untuk berkelakuan dengan suatu pola tertentu, terhadap suatu obyek berupa manusia, hewan atau benda, akibat pendirian dan perasaannya terhadap obyek tersebut.

Pada akhirnya, baik nilai-nilai budaya maupun sikap bisa mempengaruhi tindakan manusia baik secara langsung maupun melalui pola-pola cara berpikir.

2. Kerangka Untuk Meninjau Sistem Nilai-Budaya

Kerangka untuk meninjau sistem nilai budaya berpangkal pada lima masalah pokok, seperti yang diajukan oleh FR Kluckhohn dan FL Strodtbock dalam bukunya Variations in Value Orientation (1961), yaitu:

a) Masalah mengenai hakekat dan sifat hidup manusia.

b) Masalah mengenai hakekat dari karya manusia.

c) Masalah mengenai hakekat dari kedudukan manusia dalam ruang waktu.

d) Masalah mengenai hakekat dari kedudukan manusia dengan alam sekitarnya.

e) Masalah mengenai hakekat dari hubungan manusia dengan sesamanya.

BAB III

CIRI-CIRI MENTAL ORANG INDONESIA SEKARANG

1. Tiga Golongan Ciri-Ciri Mental Manusia Indonesia

a) Ciri-ciri mental asli, yang sudah sejak berabad-abad lamanya berkembang sejajar dengan perkembangan kebudayaan suku-suku bangsa di Indonesia.

b) Ciri-ciri mental yang berkembang sejak jaman penjajahan, terutama di daerah-daerah dimana sistem pemerintah jajahan sudah bersifat langsung dan mantap. Mentalitet ini kemudian dikenal dengan istilah mentalitet pegawai atau priyayi.

c) Ciri-ciri mental yang berkembang sejak Perang Dunia II yang masih berupa sikap dan belum berupa unsur-unsur nilai budaya.

2. Ciri-Ciri Mental Manusia Indonesia Asli

a) Rakyat Petani dan Mentalitetnya

Watak petani yang hidup di pedesaan menurut para ahli dari abad ke-19, dijiwai oleh maksud serba rela dalam pergaulan. Sedangkan menurut Boeke, petani itu tidak suka bekerja, bersifat statis, tak mempunyai inisiatif, dan hanya suka membebek saja kepada orang-orang tinggi dari kota.

Berdasarkan kerangka Kluckhohn, dapat dirumuskan sistem nilai-budaya petani Indonesia sebagai berikut: Petani di Indonesia, terutama di Jawa pada dasarnya menganggap hidupnya itu sebagai suatu hal yang buruk, penuh dosa dan kesengsaraan. Kebanyakan dari mereka juga bekerja untuk hidup, kadang juga untuk mencapai kedudukan. Ia hanya mempunyai perhatian untuk hari sekarang ini. Hari esok tak pernah ia pedulikan.

b) Hakekat Hidup

Mentalitet yang beranggapan bahwa hidup pada hakekatnya buruk, tapi untuk di ikhtiarkan menjadi suatu hal yang baik dan menyenangkan, adalah suatu hal yang cocok untuk pembangunan: karena ikhtiar dan usaha itu merupakan sendi-sendi penting dari segala aktivitas berproduksi dan membangun.

c) Hakekat Karya

Suatu mentalitet yang lebih cocok untuk pembangunan sebenarnya harus mengandung pandangan yang menilai tinggi karya untuk mencapai suatu kedudukan yang dapat menghasilkan lebih banyak karya lagi.

d) Hakekat Kedudukan Manusia dalam Ruang Waktu

Perencananaan yang matang akan membuat pembangunan berjalan dengan baik, sehinggga mental yang hanya berorientasi terhadap hari ini dan tidak memperhitungkan masa depan tidak cocok untuk pembangunan ekonomi.

e) Hakekat Hubungan Manusia dengan Alam

Mental yang paling cocok untuk pembangunan ekonomi adalah mental yang berusaha menguasai alam, karena untuk menguasai alam kita membutuhkan teknologi, dan teknologi itu akan mendukung pula kemajuan.

f) Hakekat Manusia dengan Sesamanya

Petani biasanya identik dengan gotong royong. Mental gotong royong tidak cocok dengan pembangunan ekonomi, karena dalam pembangunan ekonomi persaingan antar individu untuk meraih prestasi dan kemajuan mutlak diperlukan.

3. Ciri-Ciri Mental Manusia Indonesia Sejak Zaman Kolonial

Ø Priyayi

Priyayi merupakan golongan pegawai dalam bahasa Jawa. Mental priyayi ini banyak berpengaruh terhadap para usahawan dan pedagang. Untuk lebih jelasnya perlu dikaitkan dengan kerangka dari Kluckhohn:

a) hakekat hidup

Golongan priyayi menganggap bahwa hidup itu pada dasarnya buruk, karena itu harus diingkari. Unsur nilai-nilai budaya oleh kaum priyayi harus diperhalus dengan menggunakan konsep falsafah Hindu.

b) hakekat karya

Mental pegawai di Indonesia menganggap karya manusia pada hakekatnya untuk mencapai kedudukan serta lambang-lambangnya. Mental ini tidak cocok untuk pembangunan, karena kenyataannya kegiatan usaha itu akan berhenti pada saat kedudukan sudah tercapai.

c) hakekat kedudukan manusia dalam ruang waktu

Mental pegawai di Indonesia masih berorientasi pada kisah masa lampau. Mental ini tidak cocok karena dalam pembangunan ekonomi kita perlu juga memperhitungkan apa yang akan terjadi hari esok.

d) hakekat hubungan manusia dengan alam

Mental priyayi Indonesia berpandangan bahwa manusia harus menyelaraskan dirinya dengan alam. Hal ini tentu sangat bertolak belakang dengan mental pembangunan ekonomi yang membutuhkan manusia yang mampu menguasai alam dengan teknologi.

e) hakekat hubungan manusia dengan sesamanya

Kaum priyayi di Indonesia berpandangan bahwa setiap tindakan manusia itu diarahkan dan di orientasikan pada kelakuan sang pemimpin, atasan, maupun seniornya. Namun, unsur nilai-nilai budaya yang pemimpin sentris tidak akan cocok bahkan cenderung menghambat proses pembangunan ekonomi, karena mematikan kreativitas individu.

4. Ciri-Ciri Mental Manusia Indonesia Sejak Zaman Perang Dunia II

Ø Zaman Kemunduran Ekonomi

Kemunduran ekonomi terjadi sejak masa penjajahan. Hal ini disebabkan mental manusia Indonesia yang :

¨ meremehkan kualitas;

¨ ingin mencapai tujuan secepat-sepatnya tanpa rela berusaha langkah demi langkah;

¨ sikap tidak bertanggung jawab;

¨ tidak percaya diri; dan

¨ apatis dan lesu.

BAB IV

PEROMBAKAN CIRI-CIRI MENTAL MANUSIA INDONESIA

  1. Ciri-Ciri Mental Yang Cocok Untuk Pembangunan

Dalam membangun suatu mental pada bangsa Indonesia yang cocok untuk pembangunan, ada dua hal yang harus dilakukan, yaitu:

a) unsur-unsur nilai budaya yang menghambat pembangunan harus mulai dirombak;

b) semua sikap negatif yang berkembang dalam periode kemunduran ekonomi harus dipulihkan menjadi positif lagi.

Menurut J Tinbergen dalam bukunya Development Planning (1967: hlm. 26), berpendapat bahwa sifat-sifat yang harus ada dalam masyarakat suatu negara yang hendak maju adalah:

¨ menaruh perhatian besar dan menilai tinggi benda materiil;

¨ menilai tinggi teknologi;

¨ berorientasi ke masa depan;

¨ keberanian untuk mengambil resiko;

¨ jiwa yang tabah dalam usaha; dan

¨ kemampuan untuk bekerja sama dengan sesamanya dengan disiplin yang tinggi dan bertanggung jawab.


KOMENTAR

Buku ini memberikan banyak manfaat ilmu pengetahuan yang dapat kita jadikan referensi guna mempelajari berbagai fenomena yang ada berkaitan dengan kehidupan sosial kemasyarakatan dalam tatanan hidup berbangsa dan bernegara. Sebagai seorang antropolog, Prof. Koentjaraningrat memang sosok yang perlu kita banggakan. Sebab banyak karya-karya beliau yang hingga saat ini menjadi rujukan dalam beberapa perkuliahan maupun kegiatan ilmiah.

Didalam buku ini, beliau begitu mudah menggambarkan bagaimana ciri-ciri mental bangsa Indonesia. Tidak hanya pendapat beliau saja, namun juga didasarkan dari pendapat tokoh-tokoh lain dari luar negeri yang pernah melakukan penelitian di Indonesia. Buku ini juga menjadi acuan dalam setiap penelitian antropologi. Namun sesuai dengan perkembangan jaman, keberadaan referensi perlu ditambah dengan hal-hal yang lebih mutakhir. Adanya buku-buku referensi baru juga harus dapat melihat sisi benar dari referensi terdahulunya.

Secara garis besar memang masih terdapat hal-hal yang masih relevan untuk saat ini, namun juga perlu banyak perbaikan dan perlu ditambah dengan hal yang baru dan aktual. Kritik dan saran untuk buku ini adalah:

ü Kritik

a) Saya masih kurang dapat memahami beberapa pesan yang ingin disampaikan oleh karena bahasa yang bertele-tele dan tidak langsung mengena dengan maksud pesan tersebut.

b) Didalam buku ini, ejaan yang dipakai masih ejaan lama. Untuk saat sekarang ini, akan menjadi kendala pembaca dalam menyerap ilmu dan teori yang disampaikan.

c) Karena buku ini ditulis pada era 70 an, maka banyak memuat kondisi sosial pada saat itu saja.

d) Terdapat hal yang sudah tidak sesuai dengan kondisi sekarang ini.

ü Saran

a) Untuk lebih mudah dipahami pembaca, maka seharusnya buku ini direvisi dengan menggunakan ejaan yang disempurnakan (EYD).

b) Pokok-pokok masalah dapat langsung tersampaikan tanpa ada bahasa pengantar yang bertele-tele.

0 komentar:



Template by Abdul Munir | Blog - Layout4all