Jumat, 23 Mei 2008

Rabu, 29 Desember 2004


http://www.kompas.com/kompas-cetak/0412/29/UTAMA/1465863.htm

Memahami Gempa dan Tsunami di Aceh dan Sumatera Utara

ADAKAH tempat di Indonesia yang aman dari gempa bumi? Kecuali di Kalimantan yang relatif tenang, ternyata tidak ada wilayah di Tanah Air ini yang sepi dari getaran permukaan tanah itu. Menurut peta sejarah kegempaan yang dimiliki Badan Meteorologi dan Geofisika, gempa tektonik berskala besar dan kecil banyak melanda wilayah selatan dan barat Indonesia, mulai dari Nusa Tenggara hingga Sumatera. Begitu juga halnya Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Papua.

Gempa-gempa itu sebagian besar berpusat di perairan yang relatif dekat dengan pulau-pulau tersebut. Hal ini berkaitan dengan adanya pertemuan lempeng benua di dasar laut. Dan, ternyata diketahui bahwa di bawah perairan Indonesia merupakan tempat bertemunya tiga lempeng benua, yaitu lempeng Hindia atau Indo-Australia di sebelah selatan, lempeng Eurasia di utara, dan lempeng Pasifik di timur.

Gempa yang terjadi di perairan barat Nanggroe Aceh Darussalam, Nicobar, dan Andaman, hari Minggu (26/12) lalu, itu merupakan akibat dari interaksi lempeng Indo-Australia dan Eurasia. Gempa-gempa besar berskala 5,8 hingga 9,0 pada skala magnitudo berpusat di dasar laut pada kedalaman 10 kilometer-tergolong gempa dangkal-itu telah menimbulkan gelombang tsunami yang menerjang wilayah pantai di Asia Tenggara dan Asia Selatan, yang berada di sekeliling tiga pusat gempa tersebut.

Mengapa gempa-gempa tektonik di Samudra Hindia itu sampai menimbulkan gelombang pasang yang dahsyat? Hal ini karena pertemuan kedua lempeng tersebut bertipe subduksi atau menujam. Lempeng Indo-Australia yang berada di bawah laut menukik masuk ke bagian bawah lempeng benua Eurasia.

Lempeng samudra yang bergerak aktif terus mendesak lempeng benua itu hingga suatu saat membuat batuan di bawah lempeng benua terkait tidak kuat lagi menahannya dan pecah. Kondisi ini menimbulkan pergeseran yang tiba-tiba menimbulkan guncangan tanah atau gempa bumi. Di sepanjang barat Sumatera, lempeng samudra bergerak ke arah bawah Sumatera dan menekan batuan di bawah pulau-pulau kecil yang muncul di sepanjang pesisir barat pulau tersebut.

Pergeseran batuan secara tiba-tiba yang menimbulkan gempa itu disertai pelentingan batuan, yang terjadi di bawah pulau dan dasar laut. Proses ini akan menggoyang air laut hingga menimbulkan gelombang laut yang disebut tsunami. Ukuran gelombang ini bisa hanya beberapa puluh sentimeter hingga puluhan meter.

"UMUMNYA gempa berkekuatan 6,2 pada skala Richter lebih yang terjadi pada daerah subduksi di laut diikuti gelombang tsunami," kata Dr Prih Haryadi, Kepala Pusat Sistem Data dan Informasi Geofisika Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG).

Gempa-gempa besar dia tas skala itu biasanya juga menimbulkan gempa susulan.

Gempa susulan, jelas Direktur Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Inventarisasi Sumber Daya Alam (TISDA) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Dr Yusuf Surachman, dengan skala kegempaan yang lebih rendah dari gempa pertamanya, yang berintensitas tinggi, akan selalu terjadi. Hal ini merupakan proses kedua lempeng yang berinteraksi itu mencari keseimbangan baru.

Gempa susulan akibat gempa tektonik berkekuatan besar dan pada daerah subduksi di laut, lanjut Yusuf menjelaskan, dapat kembali menimbulkan gelombang tsunami, seperti yang terjadi di Flores, Nusa Tenggara Timur, pada tahun 1992.

Namun, mengenai hal ini Prih tidak sependapat. Menurut dia, gempa-gempa yang menyusul gempa pertama itu mungkin ada yang mempunyai intensitas lebih dari 6 pada skala Richter. Hanya saja, dalam sejarah kegempaan yang tercatat di BMG, pusat gempa di laut kalaupun menimbulkan gempa susulan tidak ada yang yang menimbulkan gelombang tsunami susulan.

Akan tetapi, Danny Hilman Natawijaya dari Puslit Geoteknologi Lembaga Ilmi Pengetahuan Indonesia (LIPI)-yang tengah melakukan penelitian gempa di barat Sumatera- mengingatkan bahwa gempa besar di Aceh yang memicu dua gempa di wilayah utaranya, yaitu Nicobar dan Andaman, punya kemungkinan memicu gerakan sesar atau patahan di Sumatera seperti sesar Semangko. Energi yang masih tertahan dapat menjalar dan lepas di daerah lain, yang batuannya telah rapuh hingga tidak mampu menahannya.

Yusuf juga mengingatkan soal ancaman sesar Mentawai, yang terusannya mengarah ke perairan di selatan Jawa Barat. Diketahui bahwa di Samudra Hindia sebelah selatan Pulau Jawa terdapat palung Jawa yang sangat curam, dengan ketinggian lerengnya sekitar 2.500 kilometer. Bila terjadi gempa di patahan Mentawai yang tergolong aktif ini, ada kemungkinan hal itu menggangu kestabilan lereng tersebut.

"Bila lereng ini sampai roboh, maka hal itu akan menimbulkan gempa dan gelombang tsunami yang sangat besar, serta mengakibatkan pergeseran hingga ribuan kilometer," papar Yusuf.

BERDASARKAN catatan BMG, sejak tahun 1981 hingga 1990 saja di Samudra Hindia, sebelah selatan Pulau Jawa, terjadi 14 kali gempa kategori menengah yang berada pada kedalaman kurang dari 60 kilometer. Untuk yang kategori besar terjadi dua kali pada kedalaman di bawah 60 kilometer.

Pada September 1992, gempa tektonik yang berpusat di perairan selatan Jawa Timur memicu gempa-gempa lain di darat dan laut Jawa hingga mengguncang beberapa kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Denpasar. Di Jakarta dan Yogyakarta gempa dirasa cukup keras, terutama oleh warga yang ketika itu berada di gedung bertingkat.

Pusat gempa, menurut pihak BMG, tercatat sekitar Pulau Bawean di Laut Jawa dengan kekuatan 6,0 pada skala Richter. Gempanya terasa pada beberapa kota di sepanjang pantai utara Jawa, termasuk Denpasar.

Adapun gempa yang terjadi di Yogyakarta berkekuatan 5,2 pada skala Richter. Pusat gempa diperkirakan berada sekitar 150 kilometer sebelah timur Gunung Merapi.

Beberapa waktu lalu, Prih juga menjelaskan, meletusnya gunung berapi merupakan wujud lain dari pelepasan energi dari dalam bumi. Kasus seperti ini pernah terjadi saat meletusnya Gunung Galunggung beberapa tahun lalu, yang sebelumnya diawali dengan terjadinya gempa di Tasikmalaya.

Menghadapi kemungkinan ancaman bencana gempa bumi dan gelombang tsunami di Jawa yang berpenduduk padat, Yusuf mengingatkan agar pembangunan di wilayah pantai dan daerah patahan hendaknya mengacu pada data kerawanan gempa dan menerapkan konstruksi tahan gempa. Satu hal lagi yang tak kalah penting adalah mengembangkan sistem peringatan dini untuk menghadapi bahaya gelombang tsunami di kawasan pantai. (yuni ikawati)

0 komentar:



Template by Abdul Munir | Blog - Layout4all